Keuntungan Deteksi Dini White Spot Syndrome Virus (WSSV) bagi Petambak Udang dan Pengusaha Akuakultur
Sektor akuakutur merupakan salah satu sektor non migas yang menjanjikan di Indonesia. Kebutuhan akan udang dan produk olahannya menjadikan sektor ini sangat diminati oleh berbagai kalangan. Tak heran berdasarkan data dari Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), udang merupakan komoditi ekspor tertinggi dan terus meningkat tiap tahunnya. Tak heran bila baru-baru ini di bulan Maret 2023, Presiden Joko Widodo meresmikan tambak budidaya udang berbasis kawasan terbesar di Kabupaten Kebumen, Jawa tengah. Dimana bulan lalu melalui tambak tersebut dihasilkan lebih dari 249 ton udang vaname.
Akan tetapi gemerlapnya bisnis udang tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi. Bagi petambak udang ataupun pengusaha akuakultur pasti paham bahwa budidaya udang tidak selamanya berjalan lancer. Karena udang merupakan komoditas yang harus dibudidaya dengan tambak yang bersifat terbuka. Dari beragam permasalahan yang dihadapi, penyakit udang merupakan momok yang paling meresahkan bagi pembudidaya. Hal ini dikarenakan apabila benih terjangkit virus, dapat meningkatkan kematian hingga 100 persen hingga menimbulkan kerugian dalam jumlah besar. Beberapa virus yang sering ditemukan adalah Lymphoid Organ Virus (LOV), Yellow-head Virus (YHV), White Spot Syndrome Virus (WSSV), Monodon Baculo Virus (MBC), Infectious Hypodermal and Haemotopoeitic Necrosis Virus (IHHNV), Hepatopancreatic Parvovirus (HPV), Spowner Mertality Virus (SMV), dan Baculoviral Midgut Necrosis Virus (BMNV).
Gambar 1 Penampakan bintik putih karena penyakit WSSV pada udang
Diantara semua jenis virus tersebut, WSSV diketahui paling meresahkan industry budi daya udang. Hal ini dikarenakan virus ini dapat menyerang udang yang dibudidaya baik pada tahapan benur maupun indukan. Virus ini juga dapat mengindekasi organisme lain di wilayah tambak, seperti ikan liar, kepiting, dan beberapa moluska. Udang yang terjangkit WSSV, pada proses awal akan langsung menyerang organ lambung, insang, kutikula epidermis, dan jaringan ikat hepatopankreas. Setelah udang terjangkit makan akan muncul bitnik-bintik putih berdiameter 0,5-2 mm pada lapisan dalam eksoskeleton dan epidermis, menyebabkan udang tidak mau makan dan berdampak pada kematian massal di tambak.
Gambar 2 WSSV RP Rapid test Kit
Oleh karena itulah dibutuhkan pendeteksian dini WSSV yang mudah dan akurat serta yang terpenting adalah bias dilakukan di tambak langsung oleh para petambak tanpa membutuhkan peralatan maupun keahlian khusus.
Gambar 3 Alur Pengerjaan WSSV RP Rapid test Kit
PT Sciencewerke bekerjasama dengan Inncocreate Bioscience menghadirkan solusi pengujian cepat dan mudah untuk WSSV dengan WSSV RP Rapid test Kit. Kit yang berbasis lateral flow ini dapat mendeteksi target protein dengan LOD berkisar 0,4 ng/test. Dengan waktu pengerjaan yang berkisar hanya 15 menit ini menjadikannya pengujian WSSV menjadi lebih mudah, cepat, dan akurat untuk dilakukan. Tanpa memerlukan peralatan tambahan membuat kit ini dapat dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja termasuk di area tambak sekalipun.
Adapun alur pengerjaan kit WSSV RP Rapid test ini adalah sebagai berikut:
Ambil 2-3 bagian jaringan insang menggunakan pinset bersih,
Masukkan insang tersebut kedalam tabung yang berisikan buffer ekstraksi yang telah disediakan,
Gerus sampel insang sebanyak 15-20 kali menggunakan alu yang telah disediakan,
Ambil cairan dengan pipet dan teteskan pada tempat sampel yang telah disediakan,
Tunggu selama 15 menit,
Baca hasil yang terbentuk (jangan melebihi 30 menit).
Gambar 4 Interpretasi Hasil Pengujian WSSV V1
Hasil yang valid akan ditunjukkan oleh terbentuknya garis pada line C dan/atau line T. Apabila sampel uji dinyatakan positif, maka garis akan terbentuk pada line C dan line T. Sedangkan apabila sampel uji dinyatakan negatif, maka garis yang akan terbentuk hanya pada line C saja. Hasil dinyatakan tidak valid apabila tidak terbentuknya garis pada line C. Hal ini membuat siapa saja bias menginterpretasikannya dengan mudah dan objektif.
Gambar 5 Interpretasi Hasil Pengujian WSSV V2
Untuk pemahaman yang lebih baik dalam proses pengujiannya, bias dilihat pada link video berikut:
Kit WSSV RP Rapid test ini memiliki 2 varian. Varian 1 (V1) menggunakan cassette pada assay lateral flownya sedangkan Varian 2 (V2) tidak menggunakan cassette pada assay lateral flownya.
Dengan memanfaatkan kit WSSV RP Rapid test ini membuat pendeteksian penyakit WSSV pada udang jadi bisa dilakukan sedini mungkin tanpa harus membawa sampelnya ke laboratorium, sehingga penanganan yang diambil akan lebih cepat dan mengurangi kerugian yang lebih besar.
Gambar 6 Kit WSSV RP Rapid test telah terdaftar di OIE (sekarang WOAH)
Performa dari kit ini tidak perlu diragukan lagi karena sudah terdaftar di OIE (sekarang menjadi WOAH) dengan no registrasi 082132. Selain itu performa kit ini juga sudah dievaluasi dan dipublikasikan dalam bentuk jurnal, Jurnal Aquaculture, Volume 558, yang diterbitkan pada tanggal 15 September 2022 (Link Jurnal: https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0044848622004951?via%3Dihub).
Alasan kenapa memilih kit WSSV RP Rapid test dari Innocreate Bioscience:
Cepat, Mudah, dan Sensitif
Bisa dilakukan di lapangan/tambak maupun di laboratorium
Bila dilakukan oleh siapapun tanpa membutuhkan keahlian khusus
Waktu pengerjaan hanya sekitar 15 menit saja
Cocok untuk skrening maupun deteksi dini
Ready to use kit
Terdaftar di OIE dan terevaluasi di jurnal Aquaculture
Isi dalam Kemasan Kit: (untuk 20 reaksi)
WSSV Rapid test cassetee
Alu sekali pakai
Pipet sekali pakai
Buffer ekstraksi
Tabung sampel
Protokol pengerjaan
Kit WSSV RP Rapid test tersedia dalam 2 format:
Varian 1 (V1): #P11-0101-20
Varian 2 (V2): #P11-0102-20
Untuk informasi lebih lanjut bisa diakses pada link berikut: