Syndromic testing merupakan proses menggunakan satu pengujian untuk menargetkan beberapa pathogen secara bersamaan dengan tanda dan gejala yang sama. Dalam suatu penyakit, gejala pada suatu pasien tidak spesifik terhadap satu pathogen, terkadang hal ini yang membuat klinisi sulit dalam memberikan treatmen suatu pengobatan yang akurat. Sindromic testing berguna untuk mengidentifikasi penyebab suatu penyakit lebih akurat. Sebagai contoh seperti kasus pneumonia pada anak yang umumnya sering terjadi belakangan ini. Pneumonia merupakan suatu peradangan pada paru yang menyebabkan adanya gangguan fungsi pada paru. Virus dan bakteri dapat menyebabkan penyakit pneumonia ini muncul dengan ditandai beberapa gejala seperti nyeri dada, batuk berdahak, mudah lelah dan sesak napas. Jika dilihat dengan pendekatan sinar x-ray paru, pneumonia dapat menyebabkan produksi cairan pleura berlebih seperti terlihat pada gambar 1.
Gambar 1. Hasil X-ray pada paru paru (a) sehat dan (b) terinfeksi pneumonia
Penegakan diagnosis pneumonia tidak lah cukup dengan berbasis x-ray. Hal ini karena metode x-ray tidak mampu membedakan pathogen infeksi penyebab pneumonia. Penegakan diagnosis lanjutan dibutuhkan seperti :
Blood testing untuk melihat complete blood count (CBC) dimana angka leukosit akan tinggi saat terjadi infeksi pada tubuh
yang menandakan perlawaranan sistem imun terhadap pathogen suatu penyakit.
Kultur untuk mengidentifikasi pathogen khsususnya bakteri penyebab pneumonia dengan cara kultur. Namun metode kultur memiliki waktu yang lebih lama.
PCR untuk mengidentifikasi pathogen dengan cara amplifikasi DNA/RNA. Metode ini dinilai lebih cepat dan akurat. Disamping itu, PCR dapat menjangkau banyak
parameter deteksi seperti virus,bakteri, jamur ataupun resistensi antibiotik dalam satu kali tes.
Benefit apa yang kita dapatkan dengan syndromic testing?
Selain dapat mengidentifikasi pathogen penyebat suatu penyakit, syndromic testing juga menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan resistensi antibiotik. Pasalnya, dengan penggunaan testing seperti Drug susceptibility testing (DST) membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasil. Penggunaan antibiotik terus menerus tanpa mengetahui sumber pathogen menyebabkan permsalahan serius kasus resistensi terus meningkat yang akan diprediksi menjadi the next future pandemic.
Tabel 1. Rekapan data pengisian kuesioner terkait penggunaan antibiotika pada pengobatan sendiri
Pada tabel 1. Dijelaskan bahwa persentase masyarakat yang menggunakan antibiotik tanpa resep dokter lebih tinggi dibandingkan dengan resep dokter. Data tersebut juga didukung dengan penggunaan antibiotik banyak digunakan untuk common flue seperti batuk, nyeri tenggorokan dan demam. Dalam hal kasus pneumonia pada anak, pemberian antibiotik akan berfungsi dengan baik jika agen penyebab pneumonia disebabkan oleh bakteri. Namun, treatment pemberian antibiotik ini akan menjadi sia sia ketika virus yang menginfeksi. Penegakan diagnosis cepat berbasis PCR multiplex (multi target) mampu mengendalikan penyebaran penyakit, tingkat kesembuhan yang lebih baik serta beban cost rumah sakit yang lebih rendah dan yang tak kalah penting adalah mencegah resistensi mikrobia dikemudian hari.
Dumkow LE, Worden LJ, Rao SN. Syndromic diagnostic testing: a new way to approach patient care in the treatment of infectious diseases. J Antimicrob Chemother. 2021 Sep 23;76(Suppl 3):iii4-iii11. doi: 10.1093/jac/dkab245. PMID: 34555157; PMCID: PMC8460095.
Tandi, A.S.,, Fonny,C.,, Erlia,A.S.2019.Penggunaan Antibiotika yang Rasional pada Masyarakat Awam di Jakarta. JURNAL MITRA Vol. 3 No. 1 Mei 2019