Kabar Lingkungan Sciencewerke: Scientific Environmental Investigation
Amankah Sektor Pariwisata Kita? Waspadai Cemaran Legionella spp.
di
Perhotelan, Kolam
Renang /Water Park, Spa, dsb dengan Pendeteksian Dini Menggunakan Teknik Molekuler
Sains,
Real-Time PCR.
Mengenal Legionella spp. (L. pneumophila), Si Kecil
yang Bisa
Membahayakan Sektor Pariwisata
Kita.
Oleh: Imam Hardiman, MSc.
Mengenal Bakteri Legionella spp.
Mengacu pada laman website CDC, cemaran Legionella ditemukan pertama
kali
setelah
adanya wabah penyakit di tahun 1976 di wilayah Philadelphia. Mereka yang terkena
dampaknya menderita jenis pneumonia yang akhirnya dikenal sebagai penyakit
Legionellosis.
Bakteri Legionella
itu sendiri merupakan jenis
bakteri Gram negatif yang bersifat aerobik.
Secara umum bakteri Legionella memiliki ciri
antara lain seperti: (1) Tidak memproduksi endospora; (2) Tidak memiliki kapsul; (3)
Bersifat
motil.
Selain itu secara fisiologis bakteri Legionella memiliki karekteristik, seperti:
(1)
Bersifat
katalase
positif; (2) Oksidase yang cenderung negatif; (3) Urease negatif; (4) Tidak memproduksi
nitrat.
Bakteri ini juga memiliki keunikan dimana dalam pertumbuhannya membutuhkan kandungan garam
besi serta asam amino sistein disetiap media pertumbuhannya.
Dokumen WHO terkait habitat dari bakteri Legionella
mengkorelasikannya
dengan penyakitba
waterborne (red. penyakit yang mana persebarannya melalui perairan), sehingga bakteri ini
sangat
umum kita temukan di sungai, danau, sumber air panas, maupun sumber air lainnya.
Sejarah Penyakit Legionellosis
Seperti telah disampaikan di atas, bahwa penyakit Legionellosis pertama
kali diidentifikasi pada
tahun 1976 di Philadelphia, Amerika Serikat. Legionellosis itu sendiri memiliki beberapa
variasi
berdasarkan dari tingkat keparahan yang ditimbulkannya. Dari penyakit demam ringan hingga ke
bentuk pneumonia yang serius dan fatal serta dapat menyebabkan kematian.
Sejak tahun 1976, sudah terjadi beberapa kasus wabah Legionellosis yang
tercatat diantaranya
adalah sebagai berikut:
- 1985 di Inggris tercatat 175 kasus terdokumentasi
- 1999 di Belanda tercatat 318 kasus terdokumentasi
- 2000 di Australia tercatat 125 kasus terdokumentasi
- 2001 di Spanyol tercatat lebih dari 800 kasus terdokumentasi
- 2002 di Inggris tercatat 172 kasus terdokumentasi
- 2005 di Kanada tercatat 127 kasus terdokumentasi
- 2014 di Portugal tercatat 375 kasus terdokumentasi
- 2023 di Polandia tercatat 164 kasus terdokumentasi
Di Indonesia sendiri kasus Legionellosis bukanlah sesuatu yang baru. Berdasarkan informasi
yang
disampaikan pada laman website Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, dari tahun 2010
hingga
2019 pernah dilaporkan beberapa kasus Legionellosis dari wisatawan mancanegara yang
berwisata
ke Bali maupun Jawa Barat. Menurut data infografik yang dikeluakan oleh Antara News,
diketahui
bahwa pada tahun 1996 dan 1999 pernah terjadi kasus Legionellosis di Bali (tahun 1996) dan
Tangerang (tahun 1999).
Penyakit Legionellosis sendiri memiliki gejala seperti influenza akut yang biasanya
berlangsung
selama 2-5 hari. Masa inkubasinya mulai dari beberapa jam hingga 48 jam dengan gejala utama
yang
ditimbulkan antara lain, seperti demam, menggigil, sakit kepala, dan nyeri otot. Tingkat
keparahan
penyakit bervariasi dari batuk ringan hingga pneumonia yang berakibat fatal.
Sampai saat ini dosis infeksi dari bakteri ini tidak diketahui secara
pasti, akan tetapi dapat
diasumsikan dosisnya cukup rendah untuk orang-orang yang rentan. Adanya kemungkinan
terjadinya penyakit Legionellosis itu sendiri bergantung pada konsentrasi bakteri
Legionella
pada
sumber air, produksi dan penyebaran aerosol, serta dipengaruhi oleh karakteristik inangnya
seperti
usia dan kondisi kesehatan saat terjadinya paparan/infeksi. Virulensi dari bakteri
Legionella itu
sendiri juga dapat menentukan tingkat infeksinya.
Berdasarkan pemaparan di atas, kita ketahui bahwa bakteri
Legionella
dikategorikan sebagai bakteri
yang bersifat waterborne yang mana seringkali dikorelasikan dengan keberadaan atau
cemarannya
pada sumber air, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui aerosol. Kasus
Legionellosis
itu sendiri sering dikategorikan sebagai penyakit yang didapat dari suatu komunitas,
berkorelasi
dengan perjalanan, atau pun rumah sakit, bergantung pada jenis paparannya. Hal ini
dikarenakan
bakteri ini dikaitkan dengan wabah yang terkait dengan sistem air buatan apalagi yang tidak
dirawat
dengan baik dalam suatu fasilitas.
Sistem air buatan pada perhotelan, spa, rekreasi air, pabrik,
perkantoran, hingga rumah sakit dapat
menyediakan lingkungan yang mendukung bagi pertumbuhan dan penyebaran bakteri
Legionella.
Bakteri ini dapat hidup dan tumbuh pada suhu 20 hingga 50 ⁰C (optimal pada suhu 35 ⁰C).
Bakteri
Legionella juga dapat bertahan hidup dan tumbuh sebagai parasit di dalam sel
protozoa dan
dalam
formasi biofilm yang terbentuk pada sistem perpipaan/air buatan.
Mekanisme penularan yang paling umum terhadap kontaminasi
Legionella
adalah dengan cara
menghirup aerosol yang terkontaminasi dari air yang tercemar. Sumber aerosol seperti yang
berasal
dari menara pendingin udara, sistem air panas dan dingin, pelembab udara, dan pusaran air
spa
dikaitkan dengan penularan Legionella. Infeksi juga dapat terjadi melalui uap air
atau es
yang
terkontaminasi terutama pada pasien rumah sakit yang rentan dan paparan pada bayi saat
persalinan di air (red. water birth). Akan tetapi hingga saat ini belum adanya laporan
mengenai
penularan bakteri Legionella secara langsung dari manusia ke manusia lainnya.
Berdasarkan informasi di atas bisa kita tarik kesimpulan bahwa infeksi
Legionella memang
berkorelasi dengan industri pariwisata, dalam hal ini seperti perhotelan, spa, maupun wisata
air.
Selain itu indikasi terjadinya infeksi juga bisa terjadi di gedung perkantoran, pabrik,
bahkan rumah
sakit. Hal ini membuat kita harus lebih waspada dan memperhatikan sistem perpipaan/air
buatan
kita.
Terkait pemantauan sumber potensial cemaran Legionella, di
beberapa negara
Eropa membentuk
the European Working Group for Legionella Infections yang mana menetapkan pedoman
jumlah
cemaran bakteri Legionella per liternya beserta tindakan yang harus diambil seperti dijabarkan
pada
tabel berikut:
Proses Pendeteksian Bakteri Legionella
Proses pendeteksian Legionella secara umum mengacu pada dokumen
ISO
11731:2017 mengenai
standar internasional perihal kualitas air terkait enumerasi (red. perhitungan) jumlah bakteri
Legionella. Dalam dokumen ISO tersebut, proses analisa diawali dengan proses
filtrasi membran,
kemudian sampel pre-treatment, dilanjutkan dengan kultivasi dan diakhiri dengan
pengujian
konfirmasi. Media pertumbuhan yang biasa digunakan dalam pengujian bakteri Legionella adalah
menggunakan media Buffered Charcoal Yeast Extract agar (BCYE). Secara umum proses enumerasi
bakteri Legionella yang diatur oleh dokumen ISO tersebut bisa dilihat pada gambar 4
di bawah
ini.
Dalam proses filtrasi membran, diperlukan aparatus yang membantu dalam
proses
filtrasi/penyaringannya. Salah satunya adalah manifold set yang terdiri atas
manfold, funnel,
tubing,
kompresor, dan membran. Membran filter yang digunakan dalam proses ini biasanya adalah yang
memiliki pori 0,45 μm (red. ukuran membran umum untuk mikrobiologi). Akan tetapi membran
dengan pori yang lebih kecil seperti 0,22 μm juga dapat digunakan untuk hasil yang lebih
optimal.
Hal ini dikarenakan ukuran dari bakteri Legionella berkisar antara 0,3–0,9 μm untuk
lebarnya dan
2,0–3,0 μm untuk panjangnya.
Tahapan pre-treatment yang biasa dilakukan dalam proses
pengujian Legionella
adalah perlakuan
dengan panas dan senyawa asam. Dalam perlakuan panas, digunakan suhu 50 ⁰C selama kurang
lebih 30 menit pada sampel yang telah dikonsentrasi (red. telah dilakukan penyaringan/filtrasi)
maupun yang belum. Sedangkan dalam perlakuan asam, sampel yang telah dikonsentrasikan
maupun yang belum didilusi 1:10 dengan senyawa asam dan dibiarkan selama kurang lebih 5 menit.
Perlakukan asam juga bisa dilakukan secara langsung pada saat melakukan proses filtrasi.
Penerapan metode kultur seperti di atas memerlukan lama pengujian berkisar
antara 9 sampai 15
hari untuk mendapatkan hasil analisanya. Hal ini cukup lama karena kita ketahui bahwa gejala
Legionellosis sendiri umumnya muncul dari 2 hingga 10 hari setelah terinfeksi.
Pendeteksian Dini Legionella Berbasis Molekuler DNA
Dikarenakan membutuhkan waktu yang cukup panjang dalam proses pengujiannya,
pendekatan
molekuler pun dilakukan guna mendapatkan hasil yang lebih cepat dan akurat dibandingkan dengan
pendekatan kultur pertumbuhan. Olehkarenanya metode real-time PCR (qPCR) merupakan
jawaban
untuk tantangan tersebut. Proses pendeteksian menggunakan metode qPCR hanya membutuhkan
beberapa jam saja sehingga pendeteksian dini terhadap keberadaan bakteri Legionella dapat
dilakukan.
Dalam melakukan pendeteksian dini bakteri Legionella
menggunakan metode qPCR
memerlukan
beberapa tahapan seperti: (1) Filtrasi membran, (2) Ekstraksi DNA, dan (3) Amplifikasi DNA.
Tahapan
filtrasi membran disini sama seperti tahapan filtrasi pada metode kultur, hanya saja filtrat
(red.
cairan hasil filtrasi) yang diperoleh tidak dilakukan sampel pre-treatment maupun
inokulasi pada
media akan tetapi dilakukan proses ekstraksi DNA dari bakteri yang terkandung di dalam sampel
filtrat yang diperoleh. Dengan menggunakan primer probe set yang spesifik terhadap
bakteri
Legionella, amplifikasi/penggandaan DNA pada metode qPCR dapat dilakukan. Hasil
dari amplifikasi
ini lah yang dijadikan sebagai acuan data analisis terhadap cemaran dan kandungan bakteri
Legionella pada sampel air yang di analisis. Dengan demikian proses pendeteksian
bisa dilakukan
hanya dalam waktu beberapa jam saja.
Berbeda dengan pendeteksian bakteri patogen lainnya, seperti
Salmonella
contohnya, pendeteksian
bakteri Legionella menggunakan metode qPCR sudah memiliki landasan standar ISO nya
sendiri. Hal
ini tertuang pada dokumen ISO/TS 12869:2019 perihal kualitas air terkait deteksi dan
kuantifikasi
bakteri Legionella app. dan/atau Legionella pneumophila dengan
amplifikasi dan pengkonsentrasian
gen secara kuantitatif PCR (red. kuantitatif PCR adalah metode real-time PCR atau
qPCR).
Penggunaan metode qPCR dalam pendeteksian dini cemaran
Legionella terbukti
cukup efektif dalam
menyibak keberadaan bakteri tersebut pada sistem perpipaan sehingga membuat penanganan kasus
pencegahan Legionellosis menjadi bisa lebih terkontrol dan termonitor dengan baik. Jangan
dilupakan juga bahwa dengan metode yang sama kita juga bisa melakukan pengujian molekuler
lainnya seperti pengujian untuk keamanan pangan, allergen, GMO, maupun pendeteksian DNA babi
(red. pengujian halal)
Sekarang Waktunya Kenalan Yuk dengan Solusi Lengkap Molekuler (qPCR) untuk Pendeteksian
dan Kuantifikasi Cemaran Legionella spp maupun Legionella pneumophila
Alat real-time PCR CFX Opus Deepwell ini memiliki
beberapa keunggulan
seperti:
Bersifat Open System, terbuka untuk beragam reagensia dan kit
Memiliki kapasitas 96 wells, dapat running up to 94
sampel uji (red: dengan 1
kontrol + dan -
)
Memiliki kapasitas volume sampel yang besar tiap well nya
(red: up to 125 μl
sampel)
Memiliki 5 filter channel yang terinstal, memudahkan dalam running multiplexing
assay
Sistem Peltier dengan suhu yang uniform, bebas meletakan posisi sampel
Fitur Thermal Gradient, memudahkan dalam melakukan optimasi
Akurasi pembacaan yang tinggi dengan sistem optic shuttle
Software yang mudah digunakan
Selain alat real-time PCR, instrument lainnya uang dibutuhkan
dalam
pemeriksaan cemaran bakteri
Legionella adalah satu set aparatus filtrasi membran yang berperan dalam tahapan
mengkonsentrasi
sampel bakteri. Satu set peralatan ini biasanya terdiri dari beberapa bagian seperti:
Semua set peralatan tersebut di atas dapat diperoleh dari GVS yang merupakan salah satu
manufaktur terbaik untuk solusi filtrasi membran.
Keberhasilan pengujian Legionella juga harus didukung oleh kit
dan reagensia
terbaik yang bisa
diberikan. Solusi kit pendeteksian maupun kuantifikasi cemaran Legionella terbaik
saat ini
adalah kit
iQ-Check Legionella Kit
Legionella dari
BioRad ini merupakan salah satu kit dari sedikit
kit yang sudah tervalidasi dan tersertifikasi AFNOR untuk semua tipe/jenis sampel air dalam hal
pendeteksian dan kuantifikasi cemaran Legionella spp. serta Legionella
pneumophila.
Seperti kita ketahui pada artikel-artikel Kami sebelumnya mengenai metode
qPCR, peranan kit
ekstraksi DNA dapat mempengaruhi output dari hasil yang diberikan. Olehkarenanya dibutuhkan kit
ekstraksi yang sesuai untuk matrik sampel uji yang digunakan. Dalam pengujian
Legionella ini
matrik
sampel yang Kita digunakan adalah sampel air, sehingga solusi terbaik adalah dengan menggunakan
kit ekstraksi untuk matrik sampel air. Ada dua alternatif solusi yang bisa Kami berikan untuk
hal ini.
(1) kit Aquadien dari Biorad yang
tervalidasi
AFNOR bersama kit iQ-
Check Legionella nya. (2) kit Water RNA/DNA
Purification dari Norgen
Biotek yang
juga spesik untuk matrik sampel air dan telah dilengkapi dengan membran filternya, baik untuk
ukuran 0,45 μm maupun 0,22 μm.
Apabila Anda termasuk golongan yang meragukan hasil pengujian qPCR
dikarenakan metode ini
tidak bisa secara selektif membedakan antara DNA dari sel yang masih hidup maupun yang sudah
mati. Ataupun Anda merupakan praktisi mikrobiologi yang mewajibkan analisa kuantifikasi tidak
boleh mengikutsertakan data hasil analisis dari DNA bebas/DNA dari sel yang sudah mati. Maka
disini Kami pun memiliki solusi yang sesuai dengan keinginan Anda. Karena BioRad memiliki solusi
berupa iQ-Check Free DNA Removal
Solution yang
dapat mengeliminasi DNA-
DNA bebas dari sel-sel yang sudah mati sebelum dilakukannya proses ekstraksi DNA sehingga hasil
qPCR Anda semakin lebih akurat, berkualitas, dan terpercaya.
Bagaimana? Menarikan bukan Kabar Lingkungan Sciencewerke edisi Legionella kali ini?
Masih penasaran dengan update Kabar Lingkungan Sciencewerke lainnya? Ataupun
artikel-artikel
dari PT. Sciencewerke berikutnya? Yuk ikuti terus update artikel-artikel terbaru berikutnya dari
Kami
baik di laman website Kami maupun di kanal-kanal sosial media Kami. Sampai berjumpa kembali